Komisi IX DPR RI Terima Spartan
Komisi IX DPR RI hari ini, Kamis (24/5) menerima sekitar 200 perwakilan pekerja tambang yang tergabung dalam Solidaritas Para Pekerja Tambang Nasional (Spartan). Mereka mengadukan nasibnya yang terancam pasca penerbitan Permen ESDM 07/2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral yang ditujukan pada semua industri tambang dalam negeri.
Ketua Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning yang menerima perwakilan pekerja tambang tersebut menyatakan dapat menerima aspirasi dan masukan-masukan yang disampaikan oleh Spartan.
Ribka menyatakan masukan-masukan tersebut menjadi prioritas Komisi IX DPR RI, yang akan disampaikan ke Komisi VII DPR RI dan saat Raker/RDP Komisi IX DPR RI dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.
“Masalah yang dipermasalahkan sebetulnya Permen ESDM yang merupakan domain Komisi VII yang bermitra dengan ESDM, tapi tidak ada salahnya kalau mereka datang ke Komisi IX DPR RI karena mereka khawatir terjadi PHK memang ke Komisi IX. Untuk tuntutannya mengenai cabut Permen itu ke Komisi VII,” papar Ribka kepada wartawan setelah menerima Spartan.
Sementara Anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka (F-PDIP) yang ikut menerima Spartan menyatakan bahwa dirinya sepakat kalau kita ingin adanya industri lanjutan sesuai dengan Permen sebagai turunan dari UU Minerba.
“Tetapi jangan sampai justru terjadi diskriminatif terhadap perusahaan dalam negeri sementara batasan untuk tidak boleh mengekspor bagi perusahaan multinasional yaitu lima tahun. Tapi perusahaan dalam negeri diberi waktu tiga bulan dia harus mampu membangun industri lanjutan,” kata Rieke.
Menurut salah satu perwakilan Spartan, kedatangan mereka merupakan wujud kekhawatiran akan nasib jutaan pekerja tambang di perusahaan tambang nasional di seluruh Indonesia yang terpojok dengan Permen tersebut.
Pasalnya para pengusaha tambang dalam negeri mengancam akan menutup usaha mereka karena menilai Permen tersebut tebang pilih dan terkesan dipaksakan untuk membunuh industri tambang kecil.
"Kami minta nasib kami dan keluarga ikut dimasukan dalam pertimbangan yang diambil oleh pemerintah. Sehingga mereka tidak semena-mena dalam mengeluarkan aturan," tuturnya.
Seperti diketahui Peraturan Menteri ESDM no 07/2012 yang diterbitkan khusus untuk pemegang IUP dan IPR mewajibkan agar pengusaha tambang nasional di luar pemegang Kontrak Karya Pertambangan membangun smelter dan melakukan pemurnian bahan tambang yang akan diekspor. Belakangan Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan menetapkan aturan baru dimana 65 produk mineral logam dan non logam dikenai bea keluar 20 persen jika tetap melakukan ekspor bahan tambang mentah.
Itupun dibarengi dengan aturan dari Kementrian ESDM yang mewajibkan verifikasi ulang dan menetapkan sejumlah persyaratan bagi perushaaan tambang nasional yang ingin tetap melakukan ekspor. (sc)foto:wy/parle